Dipanggil dengan sapaan akrab "Man," Pak Rahman adalah seorang perantau asal Kalimantan yang telah menjadikan Jakarta sebagai tempat tinggalnya sejak tahun 1984. Di pintu UG Blok M Square, Sabtu hingga Kamis adalah hari-hari di mana ia menawarkan keterampilannya sebagai pelukis, memberikan warna pada kanvas dengan keahlian yang ia miliki. Namun, pada hari Jumat, Pak Rahman memilih untuk istirahat, merasa bahwa hari tersebut sebagai waktu untuk beristirahat sebagaimana ajaran Islam yang diyakininya.
Kehadiran Pak Rahman bukan hanya sebagai seorang pelukis, namun juga sebagai seorang tukang urut dan tabib panggilan. Kala ada panggilan untuk merawat dan mengobati orang, dia dengan tulus meninggalkan kuasnya demi membantu sesama. Bagi Pak Rahman, melukis bukan hanya sekadar hobi atau pekerjaan, melainkan sebuah cara untuk menghilangkan stres dan kejenuhan dalam hidupnya. Ia merasakan ketenangan serta kesantaiannya ketika mengaplikasikan warna di atas kanvas, sambil mencari hiburan dari kesibukan sehari-hari.
Kisah Pak Rahman sebagai seorang pelukis tak lepas dari perjalanan panjangnya. Mulai melukis sejak masih SD, dia menjadi pelukis kaki lima pada tahun 1999. Awalnya berada di sepanjang Jalan Melawai Plaza, namun pada tahun 2008/2009, aturan dari Ketua RW mendorongnya untuk berpindah ke depan Mall Blok M Square.
Bagi Pak Rahman, esensi sebuah lukisan terletak pada kemampuannya untuk meresapkan emosi. Bagi pengamatnya, lukisan hidup ketika berhasil menyatukan perasaan dengan karya yang diciptakan. Tak hanya kemampuan seni yang dipertimbangkan dalam harga lukisannya, Pak Rahman juga mempertimbangkan kemampuan finansial calon pembeli. Bagi orang yang dianggap mampu, harga sebuah lukisan A3 bisa mencapai 200-300 ribu, sementara untuk kalangan menengah ke bawah, harga yang dia patok berada di kisaran 50-100 ribu. Namun, pada akhirnya, harga tidaklah kaku karena tergantung pada ukuran, detail, dan permintaan khusus dari pemesan lukisan.
Komentar
Posting Komentar