Irvanda Mulya menjadi salah satu pendaki yang selamat dari erupsi Gunung Marapi, Sumatera Barat pada Minggu (3/12/2023) Menurut Irvanda, erupsi Gunung Marapi terjadi dengan cepat dan mendadak, tanpa ada pertanda apapun. Irvanda sendiri merupakan pendaki berstatus mahasiswa jurusan D-IV Perancangan Jalan dan Jembatan Politeknik Negeri Padang (PNP). Ketika erupsi terjadi, Irvanda tengah berada di Tugu Abel, lokasi yang tidak jauh dari pusat kawah. Menurut Irvanda, erupsi Gunung Marapi datang tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda seperti erupsi kecil dan tanda lainnya."Sedang di cadas, di Tugu Abel. Awalnya aman, langsung meledak, tanpa aba-aba, tanpa erupsi kecil, langsung meledak," ujar Irvanda, Rabu (6/12/2023).
Ledakan kawah Gunung Marapi, membawa hujan batu dan abu. Saat itu Irvanda langsung bergegas turun, mencari tempat berlindung bersama rekannya. "Awalnya berdua, lalu ada orang yang minta tolong. Jadinya kami delapan orang," ujarnya. Kemudian Irvanda menghubungi pos Pengaman Gunung Marapi. "Petugas menanyakan keadaan korban, lalu disuruh foto. Dan menunggu di titik jemput yang disepakati," ujar Irvanda barulah sekitar enam jam petugas datang membantu evakuasi. "Dengan digendong petugas sampai beberapa pos, lalu hampir sampai baru ditandu," jelas Irvanda. Selama menunggu petugas, Irvanda merasa menggigil dan sebagian rekannya mengalami luka. Beruntung Irvanda dan tujuh rekannya berhasil selamat. Irvanda sebelumnya berangkat dari Padang pada Jumat (1/12/2023), menginap di pos administrasi. Lalu bersama 17 orang rekannya sesama mahasiswa PNP, UNP dan sudah ada yang bekerja barulah mendaki Gunung Marapi pada Sabtu (2/12/2023) pagi. Pendakian ke Gunung Marap kali inii merupakan yang keenam bagi Irvanda. "Bukan acara kampus. Hanya acara kami, pengen healing, refresing," katanya. Irvanda mengatakan dari 18 orang dalam kelompoknya yang mendaki, hanya 6 orang selamat. Menurut Irvanda, jika petugas cepat datang mengevakuasi kemungkinan rekan-rekan lainnya bisa selamat. Kesaksian Survivor Lain, Jari Fadil Patah Tangkis Hujan Batu Salah satu korban selamat Gunung Marapi lainnya, yakni Muhammad Fadli menceritakan perjuangannya menyelamatkan diri saat erupsi terjadi. Diketahui, Gunung Marapi di Sumatera Barat erupsi pada Minggu (3/12/2023) sekitar pukul 15.00 WIB. Akibat peristiwa tersebut.
kini sebanyak 23 orang meninggal dunia. Gemuruh dari kawah Gunung Marapi serta guncangan pada Minggu (3/12/2023) siang, membuat Muhammad Fadli dan 17 rekannya terkejut. Pria berusia
20 tahun ini langsung mencari tempat berlindung di balik bebatuan cadas. Saat itu ia berada di sekitar puncak gunung dengan ketinggian 2.891 meter dari permu-kaan laut (Mdpl). Saat mendengar gemuruh dan merasakan guncangan itu, saya langsung bersembunyi bersama tiga teman saya,” kata Fadli di RSUD Padang Panjang saat ditemui wartawan, Senin (4/12/2023). Suara gemuruh ini hanya awal dari proses erupsi Gunung Marapi. Saat bersembunyi di balik batu, ia melihat batu berukuran kepalan tinju orang dewasa melayang-layang. “Saat salah satu batu menuju ke saya, saya menepisnya dengan tangan kosong yang mengakibatkan jari saya patah,” katanya. Batu selanjutnya kemudian mendarat di bagian kaki kiri Fadli, yang membuat tulangnya patah. Tak lama kemudian, asap hitam menyelimuti langit. Lalu asap hitam dan debu pekat membekap mata Fadli. Ia benar-benar tidak bisa melihat di sekitarnya. “Saat itu kami tetap ber-sembunyi di balik batu dan saya tidak mengetahui lagi tentang teman-teman saya yang lain,” lanjutnya. Batu yang beterbangan juga menghantam bagian kepala salah satu temannya sehingga hampir kehilangan kesadaran. Di tengah situasi asap hitam dan debu disertai hujanbatu, Fadli yang saat itu masih bersama tiga rekannya, perlahan-lahan bergerak turun. Mereka berusaha menghindari awan panas.
Kami terus mencoba bergerak ke arah bawah dengan terus mencari tempat bersembunyi di bebatuan,” katanya. “Saya mencoba bergeser ke bawah itu, untuk mencari jaringan (sinyal) untuk menghubungi pihak pos penjagaan dan meminta agar kami dijemput,” lanjutnya. Setelah mendapat beberapa batang sinyal di layar ponsel, Fadli langsung menghubungi pihak Basarnas dan menyampaikan situasi dan keadaannya. “Pihak Basarnas meminta agar saya menunggu di sebuah pertigaan dan nanti katanya akan dijemput ke sana,” lanjutnya. Setelah menunggu kurang lebih delapan jam, akhirnya yang ditunggu pun sampai di tempat yang sudah dijanjikan untuk penjemputan. “Saat tim evakuasi sampai di tempat itu, akhirnya saya bisa lega. Karena saya dan tiga teman saya akhirnya bisa selamat walaupun dalam keadaan luka-luka,” lanjutnya.Saat dievakuasi, Fadli mengalami luka patah tulang, besut, dan luka bakar di punggungnya. Kondisi ini membuatnya harus digendong anggota tim penyelamat yang melakukan penjemputan. Tapi lukanya terasa perih, sehingga ia harus ditandu. “Setelah tiga jam ditandu, akhirnya saya sampai ke pos evakuasi dan akhirnya saya dibawa menggunakan ambulans ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)) ini,” lanjutnya. Tak ada tanda-tanda Fadli menceritakan bahwa dirinya bersama 17 orang temannya yang terdiri dari 12 pria dan lima perempuan, memutuskan untuk naik ke Gunung Marapi pada Sabtu (2/12/2023). Ia mengatakan “tidak ada firasat” apa pun saat mendaki Gunung Marapi di Sumbar dengan ketinggian hampr setara dengan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. “Kami naik hari Sabtu dan bersama-sama mendaki dan saling membantu dalam segala hal,” katanya. Pada Minggu (3/12/2023) ia bersama belasan temannya langsung menuju puncak untuk melihat matahari terbt dan menikmati pemandngan. “Sebelum menuju puncak, kami sempat makan terlebih dulu. Karena pagi itu kami cukup lapar,” lanjutnya. Di puncak Gunung Marapi, ia bersama temannya berfoto dan bersenda gurausembari menikmati pemandngan yang indah. “Sungguh tidak saya sangka gunung akan erupsi. Karena tidak ada tanda-tanda yang kami rasakan,” katanya.
Komentar
Posting Komentar